LOPANNEWS, BANGKA BELITUNG – Saat ini, institusi Polri tengah menghadapi kritikan tajam dari masyarakat, mengakibatkan penurunan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri yang selama ini dikenal dengan semboyan “Siap Melayani, Mengayomi, dan Melindungi.” Penurunan kepercayaan ini disebabkan oleh sejumlah oknum polisi yang terlibat dalam berbagai tindakan tidak terpuji, melanggar hukum, dan menyakiti hati masyarakat. Rabu (26/6/2024).
Beberapa tindakan ini termasuk membekingi praktik ilegal, berpihak pada kepentingan tertentu dengan merekayasa atau menutupi peristiwa pidana, dan lain-lain. Contoh kasus seperti yang dialami oleh Vina serta berbagai kasus lainnya mencerminkan buruknya perilaku beberapa oknum polisi.
Ironisnya, peristiwa yang merusak citra dan mencoreng nama baik Polri oleh oknum anggota tidak seharusnya ditutupi.
Sebaliknya, dengan memberikan informasi yang sebenar-benarnya kepada publik, Polri dapat menunjukkan sikap terbuka, transparan, dan profesional dalam menindak tegas anggotanya yang melanggar.
Seperti yang terjadi di wilayah hukum Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tindakan tidak terpuji oleh oknum anggota polisi di Polres dan Polda Bangka Belitung baru-baru ini kembali mencuat.
Namun, peristiwa ini tampaknya sengaja ditutupi, sehingga publik dan media seperti dilarang untuk memberitakannya. Konfirmasi dari wartawan atau pegiat Pers tidak dijawab oleh pejabat polisi baik di Polres maupun Polda saat dimintai klarifikasi.
Beberapa pekan yang lalu, ada 11 oknum anggota polisi dari satuan Polres Bangka Barat, DitLantas, Dit Sabhara Babel, dan Ditkrimum Polda Babel yang diperiksa oleh Dokes & Propam terkait dugaan keterlibatan dalam jaringan LGBT (penyuka sesama jenis).
Dari 11 oknum tersebut, dua di antaranya adalah perwira menengah (Pamen) berpangkat Kombes dan AKBP, sementara lainnya berpangkat Brigadir.
Namun, publik seolah tidak berhak mengetahui perkembangan kasus ini serta sanksi apa yang dikenakan kepada 11 oknum tersebut. Informasi mengenai kebenaran peristiwa ini masih menjadi misteri.
Apakah memang benar atau tidak, masyarakat belum mendapatkan jawaban yang jelas.
Selain itu, kasus lainnya yang seolah-olah ditutupi adalah peristiwa pemerkosaan yang dilakukan oleh Bripda RA, oknum anggota Polresta Pangkalpinang dari satuan Propam Polresta Pangkalpinang.
Beberapa pekan yang lalu, Bripda RA dilaporkan memperkosa seorang tahanan perempuan berinisial Z (30) di Mapolres Kota Pangkalpinang. Z saat itu ditahan dalam kasus tindak pidana human trafficking/prostitusi sebagai mucikari.
Sayangnya, publik juga tidak diberikan akses untuk mengetahui perkembangan penanganan kasus ini serta sanksi yang diterima oleh Bripda RA.
Pelaku Bripda RA tidak dikenakan sanksi penahanan, sedangkan korban Z langsung dipindahkan ke Lapas Perempuan Kota Pangkalpinang.
Rumor yang berkembang menyebutkan bahwa Bripda RA adalah anak seorang anggota DPRD di Babel yang memiliki koneksi kuat dengan pejabat di Polda Babel, sehingga perbuatannya seolah-olah ditutupi dan tidak tersentuh oleh hukum.
Sampai berita ini dipublikasikan, jejaring media KBO Babel telah mencoba melakukan konfirmasi kepada pejabat polisi terkait, seperti Kabid Humas Polda Bangka Belitung dan Kapolres Kota Pangkalpinang.
Namun, sayangnya, tidak ada jawaban atau klarifikasi yang diberikan atas konfirmasi tersebut.
Kejadian-kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas Polri, khususnya di wilayah hukum Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Bagaimana mungkin institusi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru menutupi kesalahan oknum-oknumnya sendiri?
Polda Bangka Belitung harus menjawab beberapa pertanyaan penting: Apakah mereka mengetahui peristiwa-peristiwa tersebut?
Apakah sudah dilakukan pemeriksaan terhadap Bripda RA dan 11 oknum polisi lainnya? Apa sanksi yang akan dikenakan kepada mereka jika terbukti bersalah?
Transparansi dalam penanganan kasus-kasus ini sangat penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap Polri.
Tanpa adanya keterbukaan, masyarakat akan terus meragukan integritas dan komitmen Polri dalam menegakkan hukum secara adil dan tegas.
Dalam era informasi yang semakin terbuka ini, menutupi kebenaran hanya akan menambah ketidakpercayaan dan kekecewaan publik.
Polri, khususnya Polda Bangka Belitung, harus bersikap lebih transparan dan memberikan informasi yang jelas kepada publik mengenai perkembangan kasus-kasus ini.
Hanya dengan begitu, Polri dapat membuktikan bahwa mereka benar-benar siap melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat sesuai dengan semboyannya.
Kejadian-kejadian ini harus menjadi pelajaran berharga bagi institusi Polri untuk terus memperbaiki diri dan memastikan bahwa setiap anggotanya mematuhi hukum dan etika profesi yang berlaku.
Hanya dengan demikian, Polri dapat kembali meraih kepercayaan dan dukungan penuh dari masyarakat. (LN/KBO Babel)